Thursday, February 28, 2008

Songong Sehingga Ompong

Apakah Anda mengikuti berita tentang persidangan Zaenal Ma’arif yang dituduh mencemarkan nama Presiden SBY? Beberapa waktu lalu, setelah dicopot dari jabatannya sebagai anggota DPR, Zaenal Ma’arif membeberkan bahwa Presiden SBY pernah melakukan pernikahan sebelum menjadi tentara. Hal ini dianggap sebagai fitnah oleh SBY, sehingga ia melaporkan Zaenal Ma’arif ke pihak kepolisian. Kini disaat dirinya ditetapkan sebagai tersangka, Zaenal Ma’arif tidak mau mengakui jika ia pernah menuduh SBY menikah pada usia muda. Well, menurut saya karir poltiknya telah tamat. Diasingkan oleh partai politiknya, menjadi ‘musuh’ Presiden, dan tidak mendapat dukungan dari elemen masyarakat sudah bisa menjadi justifikasi pendapat saya.

Songong, kata ini sering saya dengar saat masih kecil, dan kini saya ketahui berasal dari bahasa Betawi. Kata ini dapat pula bermakna sombong, arogan, congkak atau senga’. Menurut agama, sombong adalah sifat yang tercela. Orang bijak juga mengatakan sombong sebagai perilaku yang tidak baik. Benarkah?

Alkisah tersebutlah sebuah merek di Jepang bernama Snow Brand. Perusahaan yang berdiri sejak tahun 1925 ini bergerak di bidang makanan dan minuman dan memiliki produk bervariasi, dari susu bayi, produk dairy, es krim, minuman beralkohol, hingga pakan ternak. Saat itu merek ini merupakan market leader di kategori mereka dengan market share sekitar 45% atau hampir setengah dari konsumen di Jepang. Tetapi semua itu berubah pada tahun 2000.

Masalah muncul di ketika muncul kasus keracunan di bagian barat Jepang, tidak tanggung-tanggung, korbannya mencapai 15.000 orang. Kasus keracunan makanan adalah hal yang paling ditakuti oleh perusahaan makanan dan minuman. Setelah diselidiki, ternyata sumber racun berasal dari bakteri di parbrik Osaku miliki Snow Brand Milk Products Co. yang memproduksi susu low-fat.

Perusahaan kemudian tidak ingin masalah ini muncul ke publik dan menimbulkan ekses negatif kepada brand mereka. Salah satu tindakan mereka adalah dengan membatasi penarikan produk dari pasar. Pusat kesehatan publik kota Osaka kemudian memerintahkan penarikan dua macam produk susu dan meminta Snow Brand menarik produk lainnya secara sukarela. Ini adalah hal terakhir yang ingin dilakukan oleh perusahaan karena akan menimbulkan pemberitaan buruk bagi mereka. Tetapi pemerintah pusat kemudian memberikan teguran keras dan memerintahkan dilakukan penarikan produk. Snow Brand kemudian setuju untuk menarik produk seraya meminta pemerintah untuk tidak mengumumkan perihal perintah penarikan tersebut. Rupanya Snow Brand ingin memberikan kesan sukarela dalam penarikan produk mereka.

Sialnya, pemerintah justru mengumumkan perintah penarikan dan permintaan Snow Brand dalam membujuk pemerintah itu. Selain itu, muncul anggapan di masyarakat bahwa perusahaan berusaha menutupi insiden keracunan ini. Snow Brand mengatakan bahwa luas area yang terkontaminasi bakteri kecil, tetapi hasil penyelidikan menyimpulkan area terdampak lebih luas dari yang diklaim Snow Brand. Persepsi buruk juga bertambah lantaran arogansi CEO Snow Brand, Tetsuro Ishikawa, yang berusaha mati-matian mendapatkan dukungan untuk membantu klaim perusahaan.

Kasus yang dialami oleh Snow Brand mengakibatkan sang CEO harus masuk rumah sakit, diikuti oleh pengunduran dirinya dan seluruh jajaran eksekutif tertinggi di perusahaan. Dampak dahsyat dialami oleh perusahaan yang harus menanggung kerugian di tahun tersebut sebesar 52,9 miliar yen, mengakibatkan mereka harus menutup delapan pabrik. Market Share yang sempat mencapai 45% terjun bebas hingga hanya 6% dalam waktu singkat. Perusahaan tua itu kemudian dinyatakan bangkrut, untuk kemudian dibeli oleh Nestle Japan Ltd. Snow Brand saat itu gagal menagani krisis lantaran bergerak terlalu lamban dalam menanganinya. Perusahaan lebih memikirkan kondisi kesehatan keuangannya dibandingkan dengan kondisi konsumennya, yang notabene adalah faktor utama yang menyehatkan perusahaan selama berpuluh-puluh tahun.

Untuk memperbaiki akibat dari kesombongan manajemen terdahulu yang tidak ingin mengakui kesalahan mereka, langkah pertama yang dilakukan oleh Kohei Nishi sebagai CEO baru adalah meminta maaf pada masyarakat luas. Menyatakan bahwa perusahaan menyadari kesalahannya dan berkeinginan untuk memperbaiki diri. Kini kinerja Snow Brand perlahan-lahan mulai menunjukkan kemajuan, meski belum mencapai keadaan saat berada di masa emasnya.

Belajar dari kasus Snow Brand, selayaknya sifat songong itu harus ditempatkan pada posisi yang seimbang. Bagi saya, sombong diperlukan selama masih dalam lingkup membangkitkan kepercayaan diri, tetapi jika sombong dapat membuat saya tersandung, sebaiknya kita mulai menundukkan kepala untuk melihat apa yang mengganjal di jalan ketika kita berjalan. Kalau benar, ya jalan terus, jika salah, ya minta maaf. Tidak mudah sih! sayapun termasuk orang yang suka tidak peduli pendapat orang lain, senang bekerja dan memaksakan pendapat diri. Tapi, setidaknya awareness mengenai akibat dari kecongkakan sudah saya dan Anda ketahui bersama. Yap! Let’s just get better.

3 comments:

Anonymous said...

Berhubung sekarang memang bukan zamannya lagi produsen oriented. orientasi ke konsumer lebih dibutuhkan, konsumer harus dimanjakan, apalagi FMCG ya mas?

Kemarin di milis sempat bahas Extra Joss dan Kuku Bima, sepertinya kasus dua perusahaan ini tepat untuk dianalisa juga ya?

Menarik juga untuk lihat reaksi beverages comp menghadapi isu susu berbakteri jahat jika mereknya diumbar ke masy. Kita lihat saja nasib susu-susu Indonesia nanti.

Salam Hangat,
Brandshocker

Anonymous said...

waaannn..tulisanya gedein..susah bacanyaaa..
ya yaa..

-fiza-

eria said...

sy jadi nyasar ksini karena nyari arti songong...haha